Beranda | Artikel
Apakah Allah Butuh Kepada Arsy?
Senin, 2 Maret 2015

Demikian pertanyaan yang sering dilontarkan orang yang mengingkari bahwa Allah ber-istiwa di atas Arsy-Nya. Nah, untuk menjawab hal ini secara gamblang, mari kita renungkan beberapa hal berikut:

  • Allah memerintahkan kita untuk shalat, berpuasa, dan beribadah yang benar. Apakah dengan itu Allah butuh kepada ibadah kita?
  • Allah mengutus Rasul-Nya untuk menyebarkan risalah kepada manusia, Allah mengutus Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam kepada kita. Apakah dengan itu berarti Allah butuh kepada Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam? Mengapa Allah tidak sampaikan sendiri risalah-Nya langsung ke hati hamba-hamba-Nya?
  • Allah memberikan tugas kepada Jibril untuk menyampaikan wahyu, Allah juga memberikan tugas Malaikat Maut untuk mencabut nyawa, Allah juga memberikan tugas malaikat untuk memikul Arsy-Nya, Allah juga memberikan tugas malaikat untuk mencatat amal baik dan buruk kita. Mengapa Allah tidak melalukan itu semua sendiri? Mengapa Arsy tidak dibuat terbang sendiri tanpa perlu dipikul? Mengapa perlu ada malaikat untuk mencatat amalan? Mengapa perlu ada Malaikat untuk mencabut nyawa? Apakah ini berarti Allah butuh kepada para Malaikat?
  • Di hari kiamat nanti ada mizan, timbangan yang akan menimbang amalan kita. Mengapa perlu ada timbangan? Apakah tidak mungkin amalan kita terhitung dengan sendirinya, lalu keluar hasilnya secara otomatis? Apakah Allah butuh kepada mizan?

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan semacam ini, mari sama-sama kita renungkan secara mendalam firman Allah:

وَهُوَ الْغَفُورُ الْوَدُودُ ﴿١٤﴾ ذُو الْعَرْشِ الْمَجِيدُ ﴿١٥﴾ فَعَّالٌ لِّمَا يُرِيدُ ﴿١٦﴾

Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Pengasih, yang mempunyai ‘Arsy, lagi Maha Mulia, Dia berbuat apa yang dikehendaki-Nya” (QS. Al Buruuj: 16).

Maka tidak perlu kita bertanya “mengapa Allah begini dan begitu?“, “mengapa Allah tidak begini dan begitu?“, dan mengapa kita merasa layak untuk mengatur apa yang Allah kehendaki? Tugas kita, mengimaninya, yakin percaya terhadap apa yang Allah firmankan tentang Dia sendiri, tanpa menambah dan mengurangi. Allah Ta’ala melarang hal ini:

قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالْإِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ

Katakanlah: “Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) berkata-kata tentang Allah apa yang tidak kamu ketahui” (QS. Al A’raf: 33).

Analogi dan permisalan lainnya, semoga menambah pemahaman kita dalam masalah ini:

  • Ada seorang juragan, suatu ketika ia hendak pergi berkerja dengan mengendarai motor. Tetiba pembantunya berkata, “Tuan, jangan gunakan motor, itu tidak pantas bagi anda, bukankah anda seorang juragan yang terhormat? Selain itu, anda punya mobil yang bisa digunakan“. Padahal, sang juragan tahu bahwa ini adalah jam padat lalu lintas dan dia ada suatu meeting penting.
  • Kemudian di hari libur, sang juragan menggunakan pakaian resmi dan formal. Pembantunya pun berkomentar, “Juragan, bukankah ini hari libur? Mengapa tuan memakai baju resmi? Sebaiknya diganti saja tuan, karena tidak pas“. Padahal, sang juragan hendak menghadiri undangan resepsi pernikahan.
  • Lain waktu lagi, sang juragan membagikan uang ke semua pegawai. Pembantunya pun berkomentar, “Wahai tuan, mengapa anda menghambur-hamburkan uang? Sebaiknya tuan jangan berbuat boros“. Padahal, sang juragan sedang membayarkan THR kepada para pegawainya.

Nah, pembantu yang demikian, yang berbicara tanpa ilmu, mungkin ia merasa benar dan bijak. Namun orang yang mengetahui kondisi sang juragan, akan menyatakan bahwa pembantu ini sok tahu terhadap juragannya dan lancang telah mengatur-ngatur majikannya.

Allah subhaanahu wa Ta’ala telah berfirman dalam banyak ayat-Nya bahwa Allah beristiwa di atas Arsy, bahwa segala amal shalih akan naik ke sisi-Nya. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pun ceritakan bahwa beliau Isra Mi’raj ke langit menuju Allah, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam membenarkan perkataan seorang budak yang ketika di tanya “Di mana Allah?” maka si budak menjawab “di langit“. Lalu diantara hamba-Nya yang berkomentar, “tidak mungkin Allah di langit, tidak mungkin Allah di Arsy, jika demikian berarti Allah membutuhkan langit? Allah membutuhkan Arsy dong?“. Atau, ketika Allah berfirman dalam banyak ayat-Nya bahwa nanti langit akan digulung dengan tangan kanan-Nya, tangan Allah terbuka lebar, tangan Allah itu di atas tangannya orang-orang mukmin dan lain-lain. Lalu ada di antara hambaNya yang berkomentar, “Tidak mungkin Allah punya tangan, itu hanya kiasan dari kekuasaan Allah“. Maka mirip keadaan orang ini dengan sang pembantu tadi, hamba seperti ini pun tak berlebihan jika kita katakan sok tahu dan tentang Allah, melebihi apa yang Allah katakan dengan diri-Nya sendiri. Allah berfirman demikian, namun orang tadi mengatakan: tidak mungkin, tidak cocok, tidak sesuai. Ini semisal dengan pembantu yang mau mengatur-ngatur juragannya.

Kita tidak perlu bertanya kepada Allah, “Ya Allah mengapa Engkau begini dan begitu?“, “Ya Allah mengapa Engkau tidak begini dan begitu?“, tapi justru kita yang akan ditanya, “mengapa kita begini dan begitu?“, “kenapa kita berbuat ini dan berbuat itu?

لَا يُسْأَلُ عَمَّا يَفْعَلُ وَهُمْ يُسْأَلُونَ

Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya dan merekalah yang akan ditanyai”  (QS. al Anbiyaa: 23).

Nah, jika memahami analogi dan permisalan di atas, insya Allah bisa menjawab pertanyaan “apakah Allah butuh kepada Arsy?“. Wallahu a’lam.

Baca juga artikel Sifat Istiwa’ Allah di Atas ‘Arsy dan artikel Menjawab Beberapa Syubhat Seputar Sifat Istiwa.

***

Penulis: Amrullah Akadhinta, ST.

Artikel Muslim.Or.Id

🔍 Menunda Kehamilan Dalam Islam, Renungan Mati, Jilbab Menurut Islam, Kurang Bersyukur


Artikel asli: https://muslim.or.id/24730-apakah-allah-butuh-kepada-arsy.html